SAYAP PUTIH
KARYA : Hannifatu Aisyah F.N
ingatku tak lepas tentangnya. Mata coklat yang teduh memberikan kenyamanan dan senyum tulusnya yang selalu menggambarkan kebesaran hatinya. Sungguh hatiku melayang membayangkan jika ia bak bidadari yang dianugrahkan Tuhan untukku. Yah… ia adalah periku. Kebaikannya, ketulusannya, kasih sayangnya dan semuanya seolah ia tumpahkan padaku. Jujur dalam hatiku yang paling dalam, aku berjanji takkan pernah sekalipun meninggalkannya, walau selangkahpun budinya terlalu banyak bagiku. Entah kapan aku harus membalasnya mungkin seluas samudrapun takkan sanggup menyaingi jasanya. Ia sangatlah berarti bagiku, seolah kami bagaikan anak dan ibu. Tidak, tidak hanya kata ibu yang pantas untuknya, ia segalanya bagiku. Walaupun tak setetes darahku mengalir darinya tapi disetiap aku dekat bersamanya aku merasa ada ikatan batin antara kita. Tak mungkin jika semua itu hanya kebetulan semata . namun setelah kejadian itu semuanya hancur aku tak dapat lagi melihat wajahnya yang anggun di mataku.
ingatku tak lepas tentangnya. Mata coklat yang teduh memberikan kenyamanan dan senyum tulusnya yang selalu menggambarkan kebesaran hatinya. Sungguh hatiku melayang membayangkan jika ia bak bidadari yang dianugrahkan Tuhan untukku. Yah… ia adalah periku. Kebaikannya, ketulusannya, kasih sayangnya dan semuanya seolah ia tumpahkan padaku. Jujur dalam hatiku yang paling dalam, aku berjanji takkan pernah sekalipun meninggalkannya, walau selangkahpun budinya terlalu banyak bagiku. Entah kapan aku harus membalasnya mungkin seluas samudrapun takkan sanggup menyaingi jasanya. Ia sangatlah berarti bagiku, seolah kami bagaikan anak dan ibu. Tidak, tidak hanya kata ibu yang pantas untuknya, ia segalanya bagiku. Walaupun tak setetes darahku mengalir darinya tapi disetiap aku dekat bersamanya aku merasa ada ikatan batin antara kita. Tak mungkin jika semua itu hanya kebetulan semata . namun setelah kejadian itu semuanya hancur aku tak dapat lagi melihat wajahnya yang anggun di mataku.
****
Kasih sayang yang selalu ia curahkan
padaku telah hilang dan sirna diterpa ombak. semuanya telah hancur ….! Itu
semua gara-gara aku terlalu bodoh dan menyia-siakan waktu dan begitu
pengecutnya diriku. Tak seharusnya aku meninggalkan disaat hal yang mengerikan
itu dating. Harusnya aku berjuang menolongnya, tapi aku terlambat justru aku
hanya berlari-larian, menjerit tanpa henti tak menghiraukan yang lain. Sampai
akhirnya bangunan itu roboh seketika, dan saat itu aku teringat masih ada yang
berada didalamnya. Rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri kenapa??? Kenapa
aku sebodoh ini ??? bukannya berlari dan menarik tangannya mengajaknya keluar,
justru aku malah meninggalkannya. Aku hanya dapat menjerit dan menangis dan
menyesali semua ini. Tangiskupun pecah hingga tak henti-hentinya aku menyesali
perbuatanku ini.
“Bunda…,bunda..
maafkan aku, aku tak dapat menolongmu dalam peristiwa ini.”
“maafkan
aku Bunda..!!!” jeritku tak henti-hentinya menyalahkan diriku sendiri.
Kenapa nasib ini menimpaku dan bunda
saat kebahagiaan menyelimuti hari kami. Dengan tekad yang kuat aku berlari
menuju bangunan yang rubuh. Hanya puing-puing dan tembok runtuh yang berserakan
disana. Namun sebelum akhirnya aku sampai disana tanganku terasa ditarik oleh
seseorang yang melarangku dating kesana.
“jangan
nak, jangan kesana. Itu bahaya buat kamu saying !!!” pintanya.
“tapi
bu… aku pengen nolong Bunda, bunda kasihan disana!” rengekku padanya. Sambil
terus menangis tak henti-hentinya.
“iya
Nak Ibu ngerti, kamu pengen nolong bundamu tapi ini masih keadaan darurat,
nanti kalau ada gempa susulan. Kamu bisa kenapa-napa sayang !!”pintanya.
****
Aku hanya terus menangis dan merenungi
kejadian ini. Sampai akhirnya Ibu itu membawaku ke posko bencana. Dan aku
menuruti apa katanya. Walau sangat berat rasanya meninggalkan bundda sendirian
disana. Pasti dia sangat kesakitan. Tidak lama kemudian tim relawan pun mulai
berdatangan dan berlarian kesana kemari menolong korban-korban bencana yang
mengenaskan. Bencana yang tela merenggut nyawa bundaku orang yang sangat aku
sayangi dengan tulus. Yang telah membesarkan aku dan merawatku samapi sekarang
ini. Walaupun ia bukan ibu kandungku, tapi kasih sayangnya melebihi apapun. Ia
telah merawatku sebagai anak angkatnya. Bersyukurlah aku telah ia rawat dengan
kasih sayangnya dan ketulusan cintanya.
Selang beberapa hari kejadian itu,
kami para korban bencana dipindahkan ke provinsi sebelah. Kota kami akan diurus
oleh pemerintah untuk dikoordinasikan dan dibangun kembali bangunan-bangunan
yang telah roboh dan hancur itu. Hari-hari kulewati dengan terus merenungi dan
menyesali kejadian naas itu, penyesalan slalu menyelimuti hatiku. Rasanya aku ingin
sekali terjun dari ratusan lantai dan menghantam aspal sampai kepalaku pecah.
Aku terlalu frustasi dalam hal ini. Penyesalan dan bayangan Bunda selalu hadir
dalam otakku ingatan tentang kisah kami yang penuh keceriaan dulu masih
terngiang dalam benakku. Dan aku masih terdiam dalam sepi menyesali yang telah
terjadi. Brukk….
“duh..
hati-hati dong kalau jalan!Gimana sihh!” Teriak orang itu.
“maaf..maaf
aku tidak sengaja, maaf banget!!!” aku menunduk dan menyesal karena takut.
“makanya
lain kali kalau jalan itu liat-liat sekitar dulu, jangan ngelamun!!” Ia terus
berbicara sambil memberei buku-buku yang jatuh berserakan.”liat nihh..buku gue
jatuh semua, jadi berantakan jadinya!”gerutu dia.
“iya
sayakan udah minta maaf sama kamu, saya ngaku salah!!” akupun ikut membantu
memungut buku yang berserakan.
“maaf,
maaf aja, udah nggak usah gue bisa sendiri!” bentaknya padaku. “lain kali kalau
jalan jangan sambil ngelamun lagi, liat-liat.!!”
“iya..iya
lain kali saya nggak akan ngulangin lagi. Maaf ya!” pintaku.
“okee..
gue maafin kok. Udah gue buru-buru awas kalau ketemu lagi !! geruru dia.
****
Kemudian ia berjalan dengan buru-buru,
mungkin ia sedang mengejar waktu. Wajar saja jam-jam segini anak-anak SMA
sedang bergegas bergegas berangkat sekolah. Sejak kejadian itu aku dan
teman-teman sebayaku dari desa belum bisa sekolah kembali, karena sekolah kami
hancur dan tak mungkin jika kita harus bergabung dengan sekolah favorit di desa
ini. Karna walau terkena gempa sekolah itu tak seluruhnya hancur. Hanya
beberapa bangunan sajalah yang roboh. Tapi masih banyak yang layak digunakan.
Hari demi hari ku jalani tanpa bunda.
Bunda yang biasanya perhatikan padaku sekarang tak dapat kurasakan
kembali.”Bunda.. apa kabarnya sekarang ? maafin aku ya Bunda. Maafin aku, Dea
nggak bisa jagain Bunda dengan baik.”
Tiba-tiba
terdengar teriakan seseorang memanggilku.
“Dea..Dea..
sini dehh !! ada kabar bagus lohh!!” teriaknya. Ia adalah Intan temanku.
“kabar
apaan sih tan ?” tanyaku padanya. “katanya dari kita aka nada yang diambil
murid di sekolah SMA N 1 Jogja itu, sekolah favorit itu lho. Katanya sih
itung-itung buat ngebantu korban bencana gitu. Kan kasian harus ketinggal jauh
pelajaran” tuturnya padaku.
“oh..
ya??? Yang bener baguslah semoga kita kepilih ya buat sekolah disana aku pengen
banget sekolah lagi kayak dulu bisa belajar lagi kayak dulu. Lagian aku juga
bosen dirumah susun ini.” Seolah menghibur diriku.
“iya
bener banget Dea aku seneng banget kalau kita sekolah lagi apalagi di sekolah
favorit disini!!.”
****
Setelah berhari-hari berpikir pihak
sekolah memutuskan dari beberapa korban bencana diambil 10 murid. Tak
terkecuali aku dan Intan ikut juaga terpilih menjadi murid SMA N 1 Jogja. Tapi
dengan 1 perjanjian sebelum resmi bergabung menjadi murid. Kita harus sampai lulus,
kalaupun desa kami sudah selesai diperbaiki. Kita harus tetap melanjutkan
sekolah. Rasanya aku senang sekali, tapi ada juga sedihnya karena jika desaku
telah selesai diperbaiki aku harus menunggu sampai lulus SMA untuk bisa kembali
ke desa. Aku ingin kembali ke desa tapi aku juga tak punya siapa-siapa lagi
disana. Hidup aku sekarang sebatang kara. Jika dulu aku selalu bersama bunda
dan sekarang aku kesepian tanpa orang yang aku sayang. Tuhan memang terlalu
adil buat hidupku, begitu adilnya sampai seperti ini. Tapi aku tidak boleh
terus begini aku harus bangkit dari ketrpurukan ini. Aku nggak mau buat Bunda
disana sedih. Aku harus bisa banggain bunda walaupun bukan tidaak ikut jadi
saksi disini. Dulu bunda selalu bilang dan berpesan.
“Dea
sayang.. kamu harus perjuangin cita-cita kamu setinggi langit. Jangan pernah
nyerah dan putus asa buat meraih semua mimpi-mimpimu. Juga jangan pernah lupa
berdo’a sam Tuhan. Ingat sayang kamu nggak boleh ngecewain Bunda! ” kata-kata Bunda yang selalu teringat diotakku
sejak aku masih kecil. Ia selalu berpesan untuk selalu belajar dan selalu
berjuang untuk mimpiku, karena aku nggak mau nanti aku jadi orang yang berguna
di dunia nantinya. Hari-hariku mulai kembali seperti dulu lagi sibuk dengan
kesibukan tugas disekolah, meski kini aku tanpa Bunda.
****
Sampai akhirnya 2 tahun sudah berlalu
aku berseklah di SMA 1 Jogja. Masa sekolah yang penuh cerita dimana masa-masa
SMA yang penuh canda, tawa, cerita, susah dan kekonyolan tercampur sudah.
Memang nggak ada bandingannya masa-masa lainnya. Sampai tiba saatnya pengumuman
kelulusan yang dinanti semua siswa tiba. Seketika itu aku mulai cemas dan ragu,
karena saat ujian aku sempat jath sakit dan kurang focus dalam belajar.
Tiba-tiba detak jantungku bergetar hebat. Deg.. tidak lama kemudian Kepala
Sekolah mengumumkan bahwa aku mendapatka beasiswa untuk melanjutkan study ke
Amerika.
Puji syukur terhadap Tuhan ini sungguh
luar biasa, walaupun aku bermimpi untuk melanjutkan sekolah tapi tak secuilpun
aku pernah membayangkan untuk pergi ke Amerika. Senyumku mengembang seketika
bercampur haru, mataku sudah tak sanggup lagi menahan air mata ini yang
menumpuk memenuhi pelipuk mataku. Dan tess.. butira air mataku membasahi pipi
merahku. Aku terharu dan senang, rasanya tak sanggup lagi bangkit dari kursi
yang sedang aku duduki sekarang sebelum pengumuman di mulai tadi. Seolah
tubuhku bergetar. Saat aku terlintas di ujung sana terlihat Bunda tersenyum
manis padaku. Dan seolah ia ingin berkata bahwa”Kamu hebat Dea.. kamu memang
hebat saying, kamu memang anak Bunda yang paling hebat dan Bunda bangga dengan
semua pencapaian kamu.” Ingin rasanya aku berlari dan memeluk Bunda di ujung
sana,”Aku rindu Bunda, aku sayang Bunda, Dea sudah berhasil Bunda perjuangan
Dea selama ini nggak sia-sia.” Dea selalu ingat apa pesan Bunda pada Dea.
Sorak-sorak ramai para siswa-siswi membuyarkan lamunanku, aku tersadar bahwa di
ujung sana hanya bayangan Bunda. Tak mungkin Bunda bisa hidup kembali dan
dating di kelulusanku. Itu sangatlah mustahil.
Suara Kepala Sekolah menyuruhku maju
ke depan untuk penyerahan piagam dan piala atas keberhasilanku.
“dipersilahkan
untuk Ananda Nandea Azahra dari kelas IPA 1 untuk maju ke depan menerima
penyerahan piagam dan piala dari sekolah!!” tuturnya padaku.
“selamat
ya Dea, sukses selalu kedepannya!! Raih cita-cita dan mimopimu setinggi
langit.” Sambut pak Kepala Sekolah sambil menjabat tanganku.
“
terimakasih Pak, ini adalah anugrah terindah bagi hidup saya, yang say dapatkan
dari Tuhan.” Ucapku senang.
****
Terimakasih Tuhan aku tak bisa berkata
apapun selain hanya bisa mengucap syukur kepad-Mu. Bunda pasti melihat aku
sekarang bisa mendapatkan lebih dari apa yang aku bayangkan. Tuhan memang
selalu baik kepada semua umatnya. Tuhan tidak pernah memberikan hal yang
sia-sia dan tak berguna, asalkan ada kemauan keras dan usaha yang sebanding.
Bunda.. ini semua buat Bunda disana, semoga Bunda tenang dan bahagia disana.
****
Acara kelulusan berlangsung meriah,
dan tidak terasa sudah selesai. Semua siswa berhamburan saling mengucapkan selamat
pada teman-temannya. Tak terkecuali aku aku masih tak percaya dengan semua ini
yang telah terjadi padaku. Ini memang sungguh kejutan untukku yang tak pernah
aku lupakan, karena aku tau pasti persaingan di sekolah ini memang tidak
segampang membalikkan telapak tangan dengan mudah. Butuh perjuangan dan kerja
keras. Namanya juga merupakan sekolah favorit jadi wajar bila setelah pulang
sekolah sampai di rumah badanku terasa letih dan lemas. Lalu kurebahkan tubuhku
dikamar yang mungil yang selama ini aku jadikan sebagai tempat tinggal selama
kau sekolah di SMA N 1 Jogja. Rumah kos pemberian dari pihak sekolah untuk
sementara ditempati aku selama sekolah
disini.
Tiba-tiba aku terbesit dalam pikiranku
mengingat saat kemarin aku ingin kembali ke desa asalku. Sebelum pergi aku
mampir ke makam Bunda, aku menyempatkan menengok kembali keadaan rumah tempat
tinggalku bersama Bunda dulu. Kenangan indah itu kembali terngiang dikepalaku
tak ingin rasanya melepaskan masa-masa indah itu. tapi takdir berkata lain Tuhan
telah menjemput Bunda dari hidupku. Aku terkejut saat aku melihat banguna
rumahku telah diperbaiki dan dibangun dengan sangat apik. Namun saying kini
dirumah itu tak seapik dulu, karena di dalam rumah itu kini sudah dihuni oleh
keluarga lain. Entah siapa dan darimana asalnya.
****
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar