Sabtu, 07 November 2015

SAYAP PUTIH


SAYAP PUTIH


KARYA : Hannifatu Aisyah F.N

ingatku tak lepas tentangnya. Mata coklat yang teduh memberikan kenyamanan dan senyum tulusnya yang selalu menggambarkan kebesaran hatinya. Sungguh hatiku melayang membayangkan jika ia bak bidadari yang dianugrahkan Tuhan untukku. Yah… ia adalah periku. Kebaikannya, ketulusannya, kasih sayangnya dan semuanya seolah ia tumpahkan padaku. Jujur dalam hatiku yang paling dalam, aku berjanji takkan pernah sekalipun meninggalkannya, walau selangkahpun budinya terlalu banyak bagiku. Entah kapan aku harus membalasnya mungkin seluas samudrapun takkan sanggup menyaingi jasanya. Ia sangatlah berarti bagiku, seolah kami bagaikan anak dan ibu. Tidak, tidak hanya kata ibu yang pantas untuknya, ia segalanya bagiku. Walaupun tak setetes darahku mengalir darinya tapi disetiap aku dekat bersamanya aku merasa ada ikatan batin antara kita. Tak mungkin jika semua itu hanya kebetulan semata . namun setelah kejadian itu semuanya hancur aku tak dapat lagi melihat wajahnya yang anggun di mataku.
****
          Kasih sayang yang selalu ia curahkan padaku telah hilang dan sirna diterpa ombak. semuanya telah hancur ….! Itu semua gara-gara aku terlalu bodoh dan menyia-siakan waktu dan begitu pengecutnya diriku. Tak seharusnya aku meninggalkan disaat hal yang mengerikan itu dating. Harusnya aku berjuang menolongnya, tapi aku terlambat justru aku hanya berlari-larian, menjerit tanpa henti tak menghiraukan yang lain. Sampai akhirnya bangunan itu roboh seketika, dan saat itu aku teringat masih ada yang berada didalamnya. Rasanya aku ingin mengutuk diriku sendiri kenapa??? Kenapa aku sebodoh ini ??? bukannya berlari dan menarik tangannya mengajaknya keluar, justru aku malah meninggalkannya. Aku hanya dapat menjerit dan menangis dan menyesali semua ini. Tangiskupun pecah hingga tak henti-hentinya aku menyesali perbuatanku ini.
“Bunda…,bunda.. maafkan aku, aku tak dapat menolongmu dalam peristiwa ini.”
“maafkan aku Bunda..!!!” jeritku tak henti-hentinya menyalahkan diriku sendiri.
          Kenapa nasib ini menimpaku dan bunda saat kebahagiaan menyelimuti hari kami. Dengan tekad yang kuat aku berlari menuju bangunan yang rubuh. Hanya puing-puing dan tembok runtuh yang berserakan disana. Namun sebelum akhirnya aku sampai disana tanganku terasa ditarik oleh seseorang yang melarangku dating kesana.
“jangan nak, jangan kesana. Itu bahaya buat kamu saying !!!” pintanya.
“tapi bu… aku pengen nolong Bunda, bunda kasihan disana!” rengekku padanya. Sambil terus menangis tak henti-hentinya.
“iya Nak Ibu ngerti, kamu pengen nolong bundamu tapi ini masih keadaan darurat, nanti kalau ada gempa susulan. Kamu bisa kenapa-napa sayang !!”pintanya.
****
          Aku hanya terus menangis dan merenungi kejadian ini. Sampai akhirnya Ibu itu membawaku ke posko bencana. Dan aku menuruti apa katanya. Walau sangat berat rasanya meninggalkan bundda sendirian disana. Pasti dia sangat kesakitan. Tidak lama kemudian tim relawan pun mulai berdatangan dan berlarian kesana kemari menolong korban-korban bencana yang mengenaskan. Bencana yang tela merenggut nyawa bundaku orang yang sangat aku sayangi dengan tulus. Yang telah membesarkan aku dan merawatku samapi sekarang ini. Walaupun ia bukan ibu kandungku, tapi kasih sayangnya melebihi apapun. Ia telah merawatku sebagai anak angkatnya. Bersyukurlah aku telah ia rawat dengan kasih sayangnya dan ketulusan cintanya.
          Selang beberapa hari kejadian itu, kami para korban bencana dipindahkan ke provinsi sebelah. Kota kami akan diurus oleh pemerintah untuk dikoordinasikan dan dibangun kembali bangunan-bangunan yang telah roboh dan hancur itu. Hari-hari kulewati dengan terus merenungi dan menyesali kejadian naas itu, penyesalan slalu menyelimuti hatiku. Rasanya aku ingin sekali terjun dari ratusan lantai dan menghantam aspal sampai kepalaku pecah. Aku terlalu frustasi dalam hal ini. Penyesalan dan bayangan Bunda selalu hadir dalam otakku ingatan tentang kisah kami yang penuh keceriaan dulu masih terngiang dalam benakku. Dan aku masih terdiam dalam sepi menyesali yang telah terjadi. Brukk….
“duh.. hati-hati dong kalau jalan!Gimana sihh!” Teriak orang itu.
“maaf..maaf aku tidak sengaja, maaf banget!!!” aku menunduk dan menyesal karena takut.
“makanya lain kali kalau jalan itu liat-liat sekitar dulu, jangan ngelamun!!” Ia terus berbicara sambil memberei buku-buku yang jatuh berserakan.”liat nihh..buku gue jatuh semua, jadi berantakan jadinya!”gerutu dia.
“iya sayakan udah minta maaf sama kamu, saya ngaku salah!!” akupun ikut membantu memungut buku yang berserakan.
“maaf, maaf aja, udah nggak usah gue bisa sendiri!” bentaknya padaku. “lain kali kalau jalan jangan sambil ngelamun lagi, liat-liat.!!”
“iya..iya lain kali saya nggak akan ngulangin lagi. Maaf ya!” pintaku.
“okee.. gue maafin kok. Udah gue buru-buru awas kalau ketemu lagi !! geruru dia.
****
          Kemudian ia berjalan dengan buru-buru, mungkin ia sedang mengejar waktu. Wajar saja jam-jam segini anak-anak SMA sedang bergegas bergegas berangkat sekolah. Sejak kejadian itu aku dan teman-teman sebayaku dari desa belum bisa sekolah kembali, karena sekolah kami hancur dan tak mungkin jika kita harus bergabung dengan sekolah favorit di desa ini. Karna walau terkena gempa sekolah itu tak seluruhnya hancur. Hanya beberapa bangunan sajalah yang roboh. Tapi masih banyak yang layak digunakan.
          Hari demi hari ku jalani tanpa bunda. Bunda yang biasanya perhatikan padaku sekarang tak dapat kurasakan kembali.”Bunda.. apa kabarnya sekarang ? maafin aku ya Bunda. Maafin aku, Dea nggak bisa jagain Bunda dengan baik.”
Tiba-tiba terdengar teriakan seseorang memanggilku.
“Dea..Dea.. sini dehh !! ada kabar bagus lohh!!” teriaknya. Ia adalah Intan temanku.
“kabar apaan sih tan ?” tanyaku padanya. “katanya dari kita aka nada yang diambil murid di sekolah SMA N 1 Jogja itu, sekolah favorit itu lho. Katanya sih itung-itung buat ngebantu korban bencana gitu. Kan kasian harus ketinggal jauh pelajaran” tuturnya padaku.
“oh.. ya??? Yang bener baguslah semoga kita kepilih ya buat sekolah disana aku pengen banget sekolah lagi kayak dulu bisa belajar lagi kayak dulu. Lagian aku juga bosen dirumah susun ini.” Seolah menghibur diriku.
“iya bener banget Dea aku seneng banget kalau kita sekolah lagi apalagi di sekolah favorit disini!!.”
****
          Setelah berhari-hari berpikir pihak sekolah memutuskan dari beberapa korban bencana diambil 10 murid. Tak terkecuali aku dan Intan ikut juaga terpilih menjadi murid SMA N 1 Jogja. Tapi dengan 1 perjanjian sebelum resmi bergabung menjadi murid. Kita harus sampai lulus, kalaupun desa kami sudah selesai diperbaiki. Kita harus tetap melanjutkan sekolah. Rasanya aku senang sekali, tapi ada juga sedihnya karena jika desaku telah selesai diperbaiki aku harus menunggu sampai lulus SMA untuk bisa kembali ke desa. Aku ingin kembali ke desa tapi aku juga tak punya siapa-siapa lagi disana. Hidup aku sekarang sebatang kara. Jika dulu aku selalu bersama bunda dan sekarang aku kesepian tanpa orang yang aku sayang. Tuhan memang terlalu adil buat hidupku, begitu adilnya sampai seperti ini. Tapi aku tidak boleh terus begini aku harus bangkit dari ketrpurukan ini. Aku nggak mau buat Bunda disana sedih. Aku harus bisa banggain bunda walaupun bukan tidaak ikut jadi saksi disini. Dulu bunda selalu bilang dan berpesan.
“Dea sayang.. kamu harus perjuangin cita-cita kamu setinggi langit. Jangan pernah nyerah dan putus asa buat meraih semua mimpi-mimpimu. Juga jangan pernah lupa berdo’a sam Tuhan. Ingat sayang kamu nggak boleh ngecewain Bunda! ”  kata-kata Bunda yang selalu teringat diotakku sejak aku masih kecil. Ia selalu berpesan untuk selalu belajar dan selalu berjuang untuk mimpiku, karena aku nggak mau nanti aku jadi orang yang berguna di dunia nantinya. Hari-hariku mulai kembali seperti dulu lagi sibuk dengan kesibukan tugas disekolah, meski kini aku tanpa Bunda.
****
          Sampai akhirnya 2 tahun sudah berlalu aku berseklah di SMA 1 Jogja. Masa sekolah yang penuh cerita dimana masa-masa SMA yang penuh canda, tawa, cerita, susah dan kekonyolan tercampur sudah. Memang nggak ada bandingannya masa-masa lainnya. Sampai tiba saatnya pengumuman kelulusan yang dinanti semua siswa tiba. Seketika itu aku mulai cemas dan ragu, karena saat ujian aku sempat jath sakit dan kurang focus dalam belajar. Tiba-tiba detak jantungku bergetar hebat. Deg.. tidak lama kemudian Kepala Sekolah mengumumkan bahwa aku mendapatka beasiswa untuk melanjutkan study ke Amerika.
          Puji syukur terhadap Tuhan ini sungguh luar biasa, walaupun aku bermimpi untuk melanjutkan sekolah tapi tak secuilpun aku pernah membayangkan untuk pergi ke Amerika. Senyumku mengembang seketika bercampur haru, mataku sudah tak sanggup lagi menahan air mata ini yang menumpuk memenuhi pelipuk mataku. Dan tess.. butira air mataku membasahi pipi merahku. Aku terharu dan senang, rasanya tak sanggup lagi bangkit dari kursi yang sedang aku duduki sekarang sebelum pengumuman di mulai tadi. Seolah tubuhku bergetar. Saat aku terlintas di ujung sana terlihat Bunda tersenyum manis padaku. Dan seolah ia ingin berkata bahwa”Kamu hebat Dea.. kamu memang hebat saying, kamu memang anak Bunda yang paling hebat dan Bunda bangga dengan semua pencapaian kamu.” Ingin rasanya aku berlari dan memeluk Bunda di ujung sana,”Aku rindu Bunda, aku sayang Bunda, Dea sudah berhasil Bunda perjuangan Dea selama ini nggak sia-sia.” Dea selalu ingat apa pesan Bunda pada Dea. Sorak-sorak ramai para siswa-siswi membuyarkan lamunanku, aku tersadar bahwa di ujung sana hanya bayangan Bunda. Tak mungkin Bunda bisa hidup kembali dan dating di kelulusanku. Itu sangatlah mustahil.
          Suara Kepala Sekolah menyuruhku maju ke depan untuk penyerahan piagam dan piala atas keberhasilanku.
“dipersilahkan untuk Ananda Nandea Azahra dari kelas IPA 1 untuk maju ke depan menerima penyerahan piagam dan piala dari sekolah!!” tuturnya padaku.
“selamat ya Dea, sukses selalu kedepannya!! Raih cita-cita dan mimopimu setinggi langit.” Sambut pak Kepala Sekolah sambil menjabat tanganku.
“ terimakasih Pak, ini adalah anugrah terindah bagi hidup saya, yang say dapatkan dari Tuhan.” Ucapku senang.
****
          Terimakasih Tuhan aku tak bisa berkata apapun selain hanya bisa mengucap syukur kepad-Mu. Bunda pasti melihat aku sekarang bisa mendapatkan lebih dari apa yang aku bayangkan. Tuhan memang selalu baik kepada semua umatnya. Tuhan tidak pernah memberikan hal yang sia-sia dan tak berguna, asalkan ada kemauan keras dan usaha yang sebanding. Bunda.. ini semua buat Bunda disana, semoga Bunda tenang dan bahagia disana.
****
          Acara kelulusan berlangsung meriah, dan tidak terasa sudah selesai. Semua siswa berhamburan saling mengucapkan selamat pada teman-temannya. Tak terkecuali aku aku masih tak percaya dengan semua ini yang telah terjadi padaku. Ini memang sungguh kejutan untukku yang tak pernah aku lupakan, karena aku tau pasti persaingan di sekolah ini memang tidak segampang membalikkan telapak tangan dengan mudah. Butuh perjuangan dan kerja keras. Namanya juga merupakan sekolah favorit jadi wajar bila setelah pulang sekolah sampai di rumah badanku terasa letih dan lemas. Lalu kurebahkan tubuhku dikamar yang mungil yang selama ini aku jadikan sebagai tempat tinggal selama kau sekolah di SMA N 1 Jogja. Rumah kos pemberian dari pihak sekolah untuk sementara  ditempati aku selama sekolah disini.
          Tiba-tiba aku terbesit dalam pikiranku mengingat saat kemarin aku ingin kembali ke desa asalku. Sebelum pergi aku mampir ke makam Bunda, aku menyempatkan menengok kembali keadaan rumah tempat tinggalku bersama Bunda dulu. Kenangan indah itu kembali terngiang dikepalaku tak ingin rasanya melepaskan masa-masa indah itu. tapi takdir berkata lain Tuhan telah menjemput Bunda dari hidupku. Aku terkejut saat aku melihat banguna rumahku telah diperbaiki dan dibangun dengan sangat apik. Namun saying kini dirumah itu tak seapik dulu, karena di dalam rumah itu kini sudah dihuni oleh keluarga lain. Entah siapa dan darimana asalnya.
****

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar