Sabtu, 07 November 2015

Biarkan Aku Yang Pergi

KARYA : Quznul Fauzia Alfionita

Biarkan Aku Yang Pergi

M
alam yang sejuk mengiringi kesepianku. Angin malam berhembus pelan melewati jendela kamarku. Serta sinar rembulan yang memancarkan terangnya menebus bumi nan indah ini. Menemaniku yang tengah sendiri menatap indahnya bumi. Sebagai teman paling setia di kesendirianku dalam ketidakadilan ini.
“Oh Tuhan, kapan semuanya akan berubah?” tanyaku dalam pengharapan.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dengan cukup pelan.
“pasti Bi Inah.” Tebakku
“iya, sebentar!” sahutku sembari berjalan dari serambi kamar.
“Maaf den, waktunya makan malam. Yang lain sudah ngumpul dibawah.” Ucap Bi Inah saat pintu kamarku terbuka.
“ok, bi Ridho  juga udah lapeer banget.” Candaku padanya.
          Bi Inah adalah seseorang yang merawatku sejak lahir. Bagiku, ia sudah seperti Ibu kandungku. Dirumahku, hanya Bi Inah yang peduli dengan keadaanku. Disaat aku sakit, hanya ia yang selalu repot menyiapkan obat, hanya ia yang selalu tahu betapa sedihnya aku disaat nilai raportku jauh dari nilai kak Rizki . Hanya ia yang tahu betapa aku ingin seperti kak Rizki , saudara  kembarku. Dia yang sangat pintar dan selalu disayang dan dipuji mama dan papa akan kehebatannya. Sedangkan aku sebaliknya. Bahkan mereka tidak pernah menganggap aku sebagai anak kandungnya sendiri.
****
 “wah ada ayam bakar nih. Heem maknyus” ucapku seraya menduduki kursi favoritku.
“dasar gak sopan jadi anak…” sindir Ayah padaku.
“makanya, jangan nyerocos aja dong jadi orang itu.” Timpal kakakku, Refo.
“iya Ridho , kamu duduk dulu baru ngomong, kan ada Papa sama Mama disini. Jadi sopan dikit dong. Dasar anak nggak tau diri!!” Tambah Kak Rizki .
“iya Ridho , betul tuh kata Rizki . Contoh dia. Sopan dikit kenapa sama orangtua, Dasar anak nggak tau malu!!” Tambah Ibu lagi.
ok, aku pergi. Silahkan makan!!” ucapku dengan sinis.
          Akupun segera naik menuju kamarku tanpa sedikitpun menyentuh makanan disana. Padahal sebenarnya maagku kambuh dan rasanya sangat perih. Tapi lebih perih lagi disaat aku tak pernah mendapatkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.
****
Matahari menjelma masuk kedalam kamarku yang pemiliknya masih tertidur lelap. Hingga aku terbangun karena silaunya sinar yang menerpa mataku.
“hummh, udah pagi to” ucapku pada diri sendiri, Aku bergegas mandi dan memakai pakaian sekolahku. Dengan seragam yang lengkap. Pagi ini, aku tak ingin sarapan. Aku hanya mengunjungi Bi Inah yang ternyata sedang menyiapkan bekal untukku.
“makasih ya Bi, Ridho  sayang Bibi.” Ucapku dengan tulus padanya
“iya den, Bibi juga sayangg banget sama den Ridho , semangat ya Den sekolahnya.” Sahut Bi Inah menyemangati.
          Setibanya disekolah, aku segera menuju ruangan tempatku ulangan. Jadwal hari ini adalah Matematika dan Bahasa Inggris. Pelajaran menghitung yang sangat menyebalkan untukku. Karena aku tak seperti kak Rizki  yang jago menghitung. Dugaanku tepat, soal kali ini susahnya minta ampun. Hingga kertas ulanganku hampir tak terisi. Namun kalau Bahasa Inggris, inilah kehebatanku. Semua soal dapat kukerjakan dengan mudah. Karena sejak kecil aku sudah sangat hebat berbahasa inggris. Seperti Om Frans dan Tante Siska yang semasa di Jakarta sangat menyayangiku jauh lebih besar dari orang tua kandungku. Namun kini mereka telah pindah ke Amerika dengan anaknya, Salsha.
****
          Waktu seakan berjalan dengan sungguh cepat, kini saatnya pembagian hasil belajar siswa. Kebetulan, aku dan kak Rizki  berbeda kelas dan sekolah. Kalau aku masih berada dikelas satu SMA, sedangkan ia sudah berada dikelas dua. Semua terjadi karena aku pernah tak naik kelas sewaktu di Sekolah Dasar. Kalau kak Rizki  sengaja Papa sekolahkah di sekolah terfavorit di Jakarta, sedangkan aku bersekolah di SMA yang didalamnya hanyalah siswa buangan dari sekolah lain yang tidak menerima kami. Karena nilaiku tak sehebat nilai kak Rizki  dan Kak Refo. Mereka memiliki IQ yang jauh lebih tinggi daripada aku.
“Pa, ambilin raport Ridho  ya.” Pintaku
“Papa sudah janji sama Rizki  kalau Papa yang akan mengambilkan raportnya. Kalian kan beda sekolah.” Jawab Ayahku.
“Ma, ambilin raport Ridho  ya!” pintaku lagi pada Mama.
“Mama udah janji sama Refo ngambilin raportnya, dia kan sudah kelas tiga jadi harus diwakilin.” Jawab Mama.
“oh gitu ya.” Balasku dengan kecewa.
          Aku hanya bisa menangis sendirian di dalam kamar. Tidak ada satu orangpun yang mau mengambilkan raportku. Jalan terakhir adalah Bi Inah. Dan tentu saja ia sangat mau mengambilkan raportku.
“Gimana bi hasilnya?” tanyaku dengan penasaran
“Den Ridho  juara 1 den.” Ucap Bi Inah dengan semangat.
“hah? Beneran bi?” sahutku tak kalah semangat. Sponyan aku memeluk Bi Inah erat.
Ternyata usahaku tak sia-sia, akhirnya aku bisa menyamai prestasi kak Rizki .
****
Setibanya dirumah, semua orang yang sedang tertawa ria melihat hasil belajar kak Rizki  dan kak Refo menjadi terdiam disaat kedatanganku dan Bi Inah.
“gimana hasilnya Dho?, pasti jelekkan.” Ucap kak Refo menyindirku.
“gak ko, aku juara 1.” Ucapku dengan semangat.
“alahhh, juara 1 disekolahmu pasti juara terakhir dikelas Rizki,hahaha.” Ledek Ayah padaku.
          Aku kecewa, benar-benar kecewa karena semua prestasi yang kuraih tak penah dihargai sama sekali. Dengan sangat kecewa aku berlari menuju kamarku, kuratapi semua ketidak adilan ini. Aku tidak keluar kamar selama dua haripun tak ada yang peduli. Semua orang dirumah hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tak terkecuali Bi Inah yang hampir setiap jam membujukku untuk keluar. Maagku kambuh, rasanya teramat perih dari yang biasanya.
“oh Tuhan, kuatkan aku!” pintaku
          Dihari ketiga aksi diamku dikamar, tiba-tiba rumahku terdengar sebuah suara yang sangat kukenal. Ternyata hari ini, keluarga Om Frans sudah tiba di Jakarta untuk berlibur bersama keluarga kami.
“Salsha? Aku merindukanmu.” Ucapku dengan tertunduk lesu dikamar.
          Aku keluar kamar untuk menemuinya, namun ternyata ia sudah berubah dan tak peduli lagi padaku. Semuanya benar-benar berubah, dan kini janjinya ia ingkari untuk menemuiku. Penantianku sia-sia, semua orang telah membenciku dan menjauhiku. Aku sendirian dirumah, Bi Inah pulang kekampung karena anaknya sakit. Sedangkan yang lain sedang makan malam dihotel. Dan aku? Tertinggal disini.
****
          Aku hanya makan dan terus memasukkan roti berselai srikaya kemulutku. Sedangkan yang lain asyik berbincang-bincang dengan topic kak Rizki  dan Salsha. Yang aku tahu, mereka terus membanggakan dua orang yang berprestasi tersebut. Hingga Om Frans dan Tante Siska juga turut berubah padaku. Semua orang mengucilkanku disini. Sesudah sarapan pagiku habis, aku segera pamit menuju taman belakang yang ternyata disana ada kak Rizki  dan seseorang yang sangat aku sayangi, Salsha. Disana, aku sedang melihat kak Rizki memberikan setangkai mawar pada Salsha dengan penuh cinta. Ternyata mereka sudah jadian dan aku tahu, bahwa Salsha telah melupakanku.
****
          Akhirnya, hari yang telah lama kunantikan tiba juga. Hari ini, pertandingan karateku akan berlangsung. Namun sayang, semua orang yang kusayang tak ada yang mau hadir disini. Semuanya memilih hadir dilomba kak Rizki , olimpiade sains. Walau sedikit kecewa, akan kubuktikan bahwa aku adalah Ridho  yang hebat dan kuat. Keinginanku terwujud, aku menang dan meraih juara satu dipertandingan karate nasional yang diadakan di Jakarta.
“kita panggil, juara nasional karate tahun ini. Ridho Syafaruddin dari Jakarta.” Panggil pembawa acara.
Dengan diiringi tepuk tangan meriah, ku naiki podium kebesaranku, dan kurasakan aku sangat dihargai disini dengan perasaan bangga dan senang, meskipun keluargaku tak menyaksikannya.
****
          Setibanya dirumah, kuletakkan foto keberhasilan dan piala lomba karateku diruang tamu, namun disaat kedatangan kak Rizki dan yang lainnya, kulihat kemurungan wajah mereka disana. Dan setelah melihat foto keberhasilanku, kak Rizki  malah menangis dan berlari menuju kamarnya.
“kamu sengaja meledek Rizki yaa.. ?” Tanya Papa dengan sinis.
“gak pa! maksud Papa apa sih??” tanyaku tak mengerti.
“Rizki kalah dalam Olimpiadenya, sedangkan kamu malah menyombongkan diri dengan memajang fotomu diruang ini. kamu tahu kan bahwa diruang ini hanya foto-foto keberhasilan Rizki dan piala-piala Rizki yang boleh menempatinya. Bukan kamu!!! baru ikut lomba sekali trus menang aja bangga. Huhhh ” Jawab Papa jengkel dan marah dan meninggalkanku, yang membuatku sangat kecewa.
“Lepas Fotomu sekarang, nggak pantes kamu ada disini !” ucap Mama dengan agak ketus padaku.
          Kulepas foto yang sangat aku harapkan menjadi penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan yang sejak dulu selalu ku inginkan. Karena aku selalu iri disetiap kak Rizki, kak Rizki terus yang dipuji dan disanjung oleh papa dan mama, serta semua tamu yang pernah berkunjung kerumahku. Sekarang pertanyaan terbesarku adalah,
“apakah aku anak kandungmu Ma? Pa?”
Pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh lisan, namun terjawab oleh perbuatan mereka padaku. Seorang anak yang selalu tersingkirkan oleh ketidak adilan.
****
          Hari demi hari terus berganti, dan semenjak itu pula kak Rizki  menjadi seseorang yang terpuruk. Aku bisa merasakan perasaannya yang sangat tertekan karena ia kalah di olimpiade. Yang kutahu, saudara  kembarku ini terlihat lemah dari yang biasanya.
“Udahlah kak, gak ada gunanya ditangisin terus.” Ucapku menyemangati.
“udahlah Dho, kamu senang kan ngeliat aku kaya gini? Kamu senang kan ngeliat aku kalahkan..?” jawabnya dengan menangis.
“gak kak, gak. Aku gak pernah ada niatan kaya gitu.” Sahutku.
“udahlah, pergi kamu dari kamarku, pergi…” ucapnya terpotong karena akhirnya ia terjatuh tepat didepanku.
“Pa, Ma, tolong kak Rizki . Kak Rizki  pingsan Pa!” beritahuku
“apa? Kamu apain dia?” Tanya Papa sinis padaku.
“astagfirullahallazim aku, aku gak ngapa-ngapain dia pa.” sahutku dengan menyembunyikan kesakitanku.
“pasti penyakitnya kambuh lagi pa, ayo cepat kita bawa kerumah sakit.” Ucapku pada Papa.
****
          Hari ini tepat seminggu sebelum ulang tahunku dengan kak Rizki. Aku takut kehilangannya, saudara  kembarku yang sangat aku sayangi. Dokter bilang bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak. Yang aku tahu, kini ginjalnya hanya satu, setelah setahun yang lalu satu ginjalnya sudah diangkat. Sedangkan aku masih mempunyai dua ginjal.
“hanya saudara  kembarnya yang ginjalnya cocok dengan Rizki. Jadi usahakan dengan secepat mungkin diadakan pencangkokan ginjal Pak” kata dokter pada Papa.
          Setelah itu, aku menjadi sasaran semua orang yang menyayangi kak Rizki. Semuanya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku padanya. Niatku memang sudah bulat bahwa aku akan mendonorkan kedua ginjalku pada kak Rizki, tapi aku tak ingin ada yang tahu semuanya. Karena aku tidak mau mereka akan menyayangiku karena bersimpati denganku yang telah memberikan satu ginjal pada saudara ku. Aku hanya ingin kasih sayang tulus dari mereka, entahlah bagaimana caranya agar aku mendapatkannya.
“ah sudahlah Ridho, kamu memang saudara  yang kejam. Hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seseorang yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada Rizki.” Ucap Papa. Ridhopun hanya terdiam dan terpaku, menahan rasa sakit hati dan menangis di dalam hatinya.
“aku kecewa sama kamu Ridho, tega ya kamu sama kakak kamu sendiri.” Ucap Salsha dengan kecewa padaku.
“siapa yang mendonorkan ginjalnya Pa?” Tanya kak Refo.
“entahlah, pendonor itu tidak mau diberitahu namanya. Bahkan ia memberikan dua ginjalnya dengan gratis pada Rizki. Dia benar-benar berhati malaikat.” Jawab papa.
“andaikan kalian tahu kalau itu aku? Apakah aku akan diberi penghargaan dari Papa?” gumamku dalam hati.
****
          Beberapa jam sebelum operasi pencangkokan ginjal dilakukan, sebelum operasi dimulai aku menulis sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi. Entahlah, aku merasa akan meninggalkan mereka semua. Orang yang tidak pernah menganggapku ada di dunia ini. Rasanya, aku sudah sangat lelah dengan semua beban hidupku sendiri.
          Dan meninggalkan semuanya dengan keadaan pilu ini. Sesudah selesai ku tulis semua kenangan dan harapanku selama ini untuk mereka, surat itu kutitipkan pada Bi Inah. Bi Inah hanya menangis pasrah mendengar semua ceritaku bahwa aku akan pergi meninggalkan Bi Inah yang sudah aku anggap sebagi ibu kandungku sendiri. Akupun berangkat menuju rumah sakit untuk segera menjalani operasi.
@ ruang operasi
Ruang ini terasa begitu menakutkan dan aku pasrah dengan semua ini. Tapi ini sebuah demi keluargaku yang aku sayang, walaupun mereka tidak pernah menganggap aku sebagai anakknya. Semua benda yang kulihat hanyalah jarum suntik dan gunting. Alat-alat yang terlihat menakutkan bagiku. Aku dibawa lebih dulu keruang ini, agar tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Posisiku dan kak Rizki  dipisahkan oleh dinding pembatas. Hingga akhirnya aku dibius, dan kurasakan semuanya gelap.
****
Seminggu kemudian. . . .
“akhirnya kamu sembuh juga sayang. Mama khawatir banget sama kamu sejak kamu dioperasi. Untung ada pendonor yang baik hati itu, yang mau mendonorkan ginjalnya untuk kamu sayang.” Ucap Mamanya dengan penuh kasih sayang.
“Dan Happy Birthday Rizki, Selamat ya …” ucap semua orang serentak.
“Makasih ya semuanya. Aku senanggg banget. Oya, Ridho  mana ya Ma? Gak tau kenapa Rizki kepikiran dia terus. Hari ini kan ulang tahun kami.” Sahut Rizki .
“iya ya..? Mana dia Bi?” Tanya Ibunya pada Bi Inah.
“sebelumnya Bibi minta maaf sama kalian semua, sebenarnya ada surat yang dititipkan buat nyonya dari den Ridho.” Jawab Bi Inah sambil menangis sesegukan, lalu berlari menuju kamar Rizki .
Dan beberapa menit kemudian sudah tiba dengan membawa sepucuk surat.
“ini surat dari Den Ridho  sebelum pergi.” Beritahu Bi Inah.
Walau agak heran, Ibunya pun membacanya dengan agak keras.
Untuk semua orang yang sangaaat Ridho  sayangi….
Mungkin saat kalian baca surat ini Ridho udah nggak ada lagi disini. Ridho  udah pergi ketempat yang saangaat jaauh dan Ridho sudah tenang. Oya, gimana kabar kak Rizki ? udah baikan kan??  Gak sakit lagi kan? Semoga kedua ginjalku dapat membantumu untuk meraih semua mimpi-mimpimu yang belum terwujud. Dan segala prestasimu. Banggain Mama dan Papa ya Kak. Jangan pernah kecewain mereka, dan terus sayangi mereka.
Teruntuk PAPA yang SANGAT KURINDUKAN DAN RIDHO SAYANGG
Gimana Pa? rumah kita udah tenang belum? Gak ada yang gak sopan lagi kan? Oh pasti gak ada dong ya? Ya iyalah, Ridho  si pembuat onar kan udah gak ada lagi. Pa, Ridho sebenarnya sayang sama Papa dan Mama sama semua kakak-kakak, Ridho selalu iri lihat kebahagian kalian setiap kumpul, tetapi Ridho dianggap seakan-akan nggak pernah ada di keluarga. Tapi sekarang Papa dan semuanya pasti lebih leluasa dengan semua ini. Karena Ridho udah nggak ada, dan nggak akan nganggu kalian. Untuk Papa khususnya, Ridho sayang bangettt sama Papa…
Teruntuk MAMA yang SANGAT-SANGAT RIDHO RINDUKAN
Ma, Ridho  pasti akan sangat rindu dengan mobil-mobilan pemberian Mama waktu kecil dulu. Ma, Ridho  kangeeen banget pelukan Mama dulu. Ridho  selalu iri saat Mama hanya menyanjung kak Rizki  disaat ia berhasil atau menang dalam segala perlombaan. Ridho  iri melihat Mama yang selalu menyemangati kak Rizki  disaat ia sedang sedih dan terpuruk. Ridho  iri dengan semua perhatian yang Mama berikan pada kak Refo dan kak Rizki . Ridho  sangaat iri. Tapi Ridho sayang sama Mama. Dan sampai kapanpun RIDHO Bakal sayang sama kalian semuaa…
Teruntuk KAK REFO dan saudara kembarku, RIZKI SYABRUDDIN
Gimana kak, gak ada lagi kan yang ganggu kalian belajar? Gak ada lagi kan yang nyetel music keras-keras dikamar??? Pasti rumah kita tenang ya, pastinya gak akan ada lagi yang akan membuat kalian malu karena punya saudara  yang bodoh seperti aku bukan? Oh, pastinya. Oya, SELAMAT ULANG TAHUN YA KAK RIZKI, SELAMAT MENJALANI UMURMU YANG KE-17 TAHUN. Semoga panjang umur, dan selalu disayang mama dan papa terus yaa.. Yang mungkin takkan pernah aku rasakan. Jaga kesehatan baik-baik ya Kak.. dan Ridho disini juga berdo’a mudah-mudahan kak Rizki baik terus sama Salsha. Titip jagain Salsha ya kak. Sampaikan salam terakhir Ridho buat Salsha kalau Ridho sayang sama dia. Tapi jangan pernah buat dia nangis, Ridho nggak pengen liat dia nangis …
Teruntuk Bi Inah yang aku sayangi,
Makasih ya Bi buat semuanya yang telah Bibi lakukan selama ini buat Ridho, yang udah Ridho anggap ibu kandung Ridho sendiri. Yang selalu setia sama Ridho dari Ridho kecil sampai sekarang. Maaf Bi Ridho nggak bisa balas semuanya sama Bibi, yang sudah Bibi lakukan selama ini. Ridho minta tolong sama Bibi jaga mereka dengan baik ya, seperti Bibi menjaga Ridho dari kecil. Ridho minta maaf kalo Ridho udah ngrepotin Bibi selama ini. Ridho sayanggg Bibi…
Kalian semua harus tau, betapa AKU SANGAT MENYAYANGI KALIAN. Mungkin dengan kepergianku ini, semuanya akan tenang dan rumah kita menjadi tentram. Ridho  harap, gak akan ada lagi yang terkucilkan,terhina seperti Ridho . Yang selalu menangis setiap malam. Meratapi semua nasib yang telah Ridho rasakan selama ini. Yang ingin  selalu merindukan hangatnya kekeluargaan. Mungkin dengan kepergian ini, aku akan tahu bagaimana kalian akan mengenangku, seperti aku yang selalu mengenang kalian setiap malam dengan tangisan. . . Semoga KALIAN SEMUA BAHAGIA TANPA RIDHO , AAMIIN… Selamat Tinggal SEMUAAAAA… Ridho SAYANGGGG KALIANNN SEMUA!!!!!!!! I LOVE YOU ALL…
Salam rindu penuh tangis bahagia,                                             
Ridho Syafaruddin
Semua yang mendengar menangis. Mereka bertanya-tanya pada Bi Inah dimana Ridho . tetapi Bi Inah hanya tertunduk diam dan menangis. Namun tiba-tiba telepon rumah berbunyi..
“iya, saya Hermawan, ada apa ya?” Tanya Papanya dengan penasaran.
“saya hanya ingin memberitahu bahwa yang mendonorkan ginjalnya kepada anak bapak adalah saudara kembarnya sendiri yaitu Ridho Syafaruddin!.”kata Dokter ditelepon tersebut
          Dan sesaat kemudian Papanya menangis dan segera mengajak anggota keluarganya ke Rumah sakit. Namun mereka terlambat, Ridho  telah pergi untuk selama-lamanya. Dan meninggalkan berjuta penyesalan disetiap tangis yang jatuh. Kini, ia telah tenang dan jauh dari ketidak adilan selama hidupnya selama ini. Walau air mata tengah menangisinya yang telah pergi untuk selama-lamanya.....
****

TAMAT 

4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Jangan ngaku-ngaku buat cerita ini, cerita ini kan aslinya dibuat Dinda Pelangi. Cuma diganti namanya aja. Kasih kredit dong buat pengarang aslinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada beberapa hal lain juga sih yang diganti, tapi isinya sama persis.

      Hapus
  3. Apa unsur unsur intrinsik nya?

    BalasHapus