Jumat, 20 November 2015

MIMPIKU


KARYA : Yuli Lestari

MIMPIKU
Ada saatnya dalam hidupku aku ingin sendiri bersama angin menceritakan semua rahasia lalu meneteskan air mata. Duduk sendiri, ditempat yang sepi, mendengarkan angin yang berbisik-bisik ditelingaku. Berbisik tentang kehidupan. Kehidupan yang masih kosong. Ada sesuatu yang kurang dalam hidup ini, tapi apa? Entahlah.......Aku belum menemukannya. Didalam otakku  aku ingin berguna untuk bangsaku sendiri. Tapi apa yang bisa aku lakukan?? Prestasi, tapi aku bukan anak yang berprestasi, belajar selama ini aku sebagai pelajar juga sudah menjalankan kewajibanku. Tapi tetap saja masih ada yang kurang, aku merasa aku anak yang tidak berguna untuk bangsaku sendiri.
“Lalu apa?????”tanyaku dalam angan. Baru kali ini aku merasa galau yang berlebihan. Dan baru kali ini juga fikiran dan hatiku bisa kompak, biasanya selalu bertentangan.
“Ras, masuk udah malam nggak baik anak perempuan malam-malam di luar” suara mama yang membuyarkan lamunanku. “Angin malam nggak baik buat kesehatan kamu” lanjutnya.
” Iya ma bentar” langkahku yang lemas.” Sudah sana kekamar tidur ini sudah malam, besok sekolahkan?” sambungnya lagi.
Walaupun sudah dikamar aku tidak langsung tidur. Aku masih melanjutkan lamunanku. Didalam hatiku aku masih bertanya-tanya dengan cara apa aku bisa menjadi anak yang berguna bagi bangsaku. Jam menunjukkan pukul 11.00, tetapi aku belum juga bisa tidur. Dengan langkah perlahan aku keluar dari kamar untuk menengok kamar Mama, apakah ia sudah tidur atau belum. Untung saja Mama sudah tidur, jadi aku bisa menonton acara televisi.
Aku pun berjalan perlahan menuju ruang keluarga, agar tidak terdengar langkah kaki ku. Sampai di sana, aku pun langsung menyalakan televisi, dengan menekan tombol power. Entah kenapa acara di televisi itu hanya menayangkan acara berita yang jelas-jelas aku membencinya. Aku bergumam sendiri, kenapa setiap acara di televisi hanya menayangkan udah berita politik. “ Aku benciiiiiiii”, tak sadar aku setengah berteriak di keheningan malam ini. Aku pun membungkam mulut ku karena sudah berteriak tak jelas seorang diri. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kamar. Tetapi, saat aku hendak mematikan televisi muncul berita tentang kebakaran di Riau. Dengan langkah perlahan aku menarik kembali langkah kaki ku untuk duduk.  Akupun menyaksikan acara tersebut hingga akhir.
Sedikit penyesalan terbayang dalam benakku, tidak semua acara di telivisi hanya menayangkan berita politik. Hingga aku tak sadar aku berbicara sendiri “Andaikan aku menyaksikan acara itu lebih awal, pasti aku akan mendapatkan informasi yang menarik”. Dengan hati yang sedikit kesal akhirnya aku memutuskan untuk tidur. Ku tarik selimut sampai menutupi seluruh badanku sampai dengan wajahku. Aku mencoba memejamkan mata. Tapi masih terbayang-bayang dengan keadaan di Riau. Sampai terbesit didalam benak ku “Apakah ini jawaban dari semua pertanyaanku selama ini?”.
****
Sampai hari Senin itu datang. Saat Bapak Kepala Sekolah memberikan amanat dan mengumumkan siapa saja yang ditunjuk untuk menjadi relawan untuk dikirim ke Riau.Dan ternyata aku adalah salah satunya. Hati ini senang sekali “Mungkin dengan ini aku bisa berguna untuk bangsaku”.
Hari itupun datang. Hari dimana aku dan ketiga temanku dikirim ke Riau untuk menjadi relawan disana. Kita tidak hanya berempat tapi ada banyak anak-anak yang dikirim menjadi relawan juga dari sekolahnya. Kita ke Riau naik pesawat. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 14 jam dan sangat melelahkan akhirnya kita sampai di tanah Riau.
Sampai disana hati ini rasanya seperti disayat-sayat. Mata ini tak kuat menahan air mata. Keadaan di sana sangat memprihatinkan. Angin yang datang membawa segerombolan asap. Membuat dada ini sesak, tidak bias bernafas. Pohon-pohon yang hangus terbakar, anak-anak yang tidak bisa sekolah, tidak bisa bermain dengan leluasa. Seakan-akan mereka dikurung dalam kandang yang tidak bisa keluar. Hewan-hewan yang meninggalkan habitat aslinya, malah banyak yang meninggal, karena kebakaran hutan itu.
 Jujur yang awalnya aku begitu semangat untuk datang kesini, kini semangatku tiba-tiba hilang. Rasanya aku ingin pulang, bertemu mama dan papa. Tapi setelah aku fikir-fikir, “apa gunanya aku datang kesini kalau aku belum bisa berbuat apa-apa”. “Apa yang bisa aku ceritakan sampai dirumah kalau aku sendiri tidak tau apa yang terjadi disini”. Aku malu dengan anak-anak itu. Dengan riangnya mereka tertawa lepas seakan-akan tidak terjadi apa-apa.  Aku mulai bisa menyesuaikan diri. Aku berbaur dengan masyarakat disana dan para relawan yang datang lebih dulu. Mencoba menghibur mereka, dan membantu sebisaku.
“Apa ibu betah tinggal disini kalau keadaannya seperti ini, dan apa ibu tidak berniat untuk pindah ketempat yang lebuh nyaman?”. Tiba-tiba kata-kata itu muncul dari mulutku. Dan jawabannya beragam. Ada yang bilang betah tapi ada juga yang bilang udah nggak betah. Tapi kalau mau pindah belum ada biaya.
Tapi ada satu jawaban yang buat hati ini berdebar-debar “saya betah tinggal disini walau bagaimanapun keadaannya, karena disini tempat lahir saya dan saya dibesar disini ini adalah tanah airku, aku akan selalu ada bagaimanapun keadaannya”.
“Karena saya yakin dibalik kejadian ini pasti ada hikmahnya, dan saya yakin semua orang Indonesia memiliki sikap yang baik”.
Mungkin itu salah satu wujud sayang mereka terhadap negaranya yaitu Indonesia.  Mereka tidak ingin meninggalkan tanah airnya walau bagaimanapun keadaannnya. Tapi tidak semua masyarakat berfikiran yang sama.”Seandainya saja.” fikirku. 
Keesokan harinya setelah mengunjungi masyarakat yang didominasi ibu-ibu, sekarang giliran saya mengunjungi anak-anak. Anak-anak itu bermain dengan riangnya seakan-akan tidak terjadi apapun disana. Mungkin itu salah satu penyemangat aku waktu disana. Tapi dibalik tawa anak-anak itu tersimpan sejuta derita yang tidak mereka ungkapkan terang-terangan. Aku bisa melihat dari raut mata mereka. Saat aku datang menghampiri mereka, terpancar dari matanya yang beranggapan aku bisa merubah semuanya menjadi lebih baik. Tapi sayangnya apa yang bisa aku lakukan, aku hanyalah relawan yang tidak punya apa-apa.  Tapi mungkin bukan itu yang mereka inginkan melainkan kita harus tetap tertawa, membantu mereka, memberikan semangat, dan bantuan yang bias kita lakukan untuk mereka.
Hati ini semakin miris saat aku melihat ada dua anak perempuan yang berdiam diri dibawah pohon. Membawa kertas dengan tinta hitam.
“Hai apa yang kalian lakukan disini?” tanyaku. “ Kita bingung kak, gimana caranya kita bisa berikan surat ini untuk bapak Presiden.”jawabnya. Dan sseaat aku buka surat itu dan membacanya.
Untuk yang terhormat Bapak Presiden Bapak H. Jokowi.

Kami adalah anak-anak dari Riau memberikan surat ini dengan tujuan
agar Bapak Jokowi bisa dengan cepat menangani kebakaran di Riau ini.
Kami ingin bisa belajar, bermain seperti biasanya tanpa terhalang kabut asap.
 Kami ingin pemerintah segera menangkap pelaku-pelaku yang
 membuat kebakaran hutan disini. Tolong kami Pak…
Terima kasih atas perhatiannya.

Anak-anak Riau,

Itu isi surat yang mereka tulis. Tiba-tiba mataku basah. “kalau kakak bantu mau nggak” tawarku.” Pastinya maulah kak” dengan semangatnya.
            Keesokan harinya aku mengajak anak-anak itu kekantor pos untuk mengkirim suratnya. Semoga saja berhasil dan cepat bisa dibaca Bapak Presiden. Setelah itu kita kembali ke rumah Bapak Lurah yang dijadikan tempat untuk masyarakat mengungsi. Disana kami membantu mereka yang sakit mengenai pernafasan.
Aku merasa aku bisa berguna untuk tanah airku kali ini. Walau apa yang aku lakukan belum seberapa. Tapi setidaknya aku sudah berusaha. Dan terjawablah sudah pertanyaan ku selama ini.
Tapi sayangnya waktuku di sana hanyalah sebentar. Baru seminggu disana aku dan teman-temanku yang membantu kesana sudah ditarik pulang dan meneruskan sekolah kita. Rasanya aku belum ingin pulang tapi walaupun aku jauh dari sana aku akan tetap mendoakan kalian. Perpisahan itu dihiasi dengan  tangisan haru dan dibanjiri air mata.

Pesanku untuk anak-anak disana ”tetaplah semangat, jangan lupa tersenyum dan jangan pernah berniat untuk meninggalkan tanah kelahiran kalian. Harumkan nama bangsa kalian bangsa INDONESIA dan terus cintai Negara kalian Negara INDONESIA”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar